Pages

Selasa, 25 Juni 2013

Possibility

Ketika kabut membungkam dan udara begitu menusuk, aku terbungkus pagi. Pagi tak lagi sama. Membuatku meringkuk, memeluk bayang, berdegup senyap, irama lembut yang menghentak ... dengarkan ... rasakan ... jantung ini kian berdegup, berdetak membuncah. Aku bergetar, menjerit! Tapi, kabut ini begitu membungkam. Yang kurasakan hanyalah dingin, pandangan berbatas putih.

Hei kau, apa aku ini gila ? Karena tak ku tau lagi yang mana kanan dan kiri. Aku hilang, pagiku tak lagi bertuan. Dulu aku menganggap kabut ini bersahabat, tapi ternyata membutakan. Terlalu menipu, malah sekarang aku terjebak didalamnya. Coba bayangkan, mau kemana kau jika hanya putih yang terlihat ? Mungkin, aku harus memaki agar kabut ini segera hilang. Tapi percuma, dia tidak bergeming. Tinggal diam yang bisa ku lakukan. Aku hilang. Aku hilang pegangan. Aku menggeliat, menggapai-gapai kemungkinan. Hampir seperti orang buta. Aku meraba segala hampa, tidak satupun yang tergenggam ... Hei kau! Kau sudah tidak duduk lagi disampingku, pergi ? kemana ? Lantas tadi aku berbincang dengan siapa ? Apa suara ku hanya menggema ? Ah aku tau, memang sebenarnya kau tidak disana. Pantulan suara ku yang mencipta bayangmu. Seakan akan kau duduk disampingku. Tapi. Apa aku ini benar benar gila ?

Entah kali ini harus sehalus apa lagi aku mengirimkan pesan. Bahkan udara pun sudah jengah ku suruh untuk menyampaikan padamu. Aku meninggalkan remah remah kecil agar kau bisa mencariku. Jika remah remah itu adalah bagian tubuhku, maka sekarang aku sudah habis. Hanya berbekas jalan yang tak kau cari. 

Pagi masih bergelimang kabut. Tapi matahari mulai mendesak menerobos. Cahaya nya mulai memerangi dingin, perlahan aku mencair. Tak kurasakan lagi tubuh ini, aku menghilang jejak. Ketika itu kabut berlarian, tumpang tindih terbentur sesamanya. Kabut perlahan turun, menampakkan semua pandang. Dibangku itu aku mencair. Tersisa dua cangkir kopi dan aroma obrolan yang masih hangat. Tapi sayang, cuma sisa.

0 komentar:

Posting Komentar