Terkadang berbicara kepada tembok lebih menyenangkan. Dia diam mendengarkan, aku membutuhkan seseorang, seseuatu yang mendengarkan ceritaku sepenuhnya, tak perlu ada jawaban. Dan disinilah aku, duduk didpan tembok. Bercerita ngalor ngidul kemanapun arah pembicaraan yang aku suka. Mari ktia panggil dia Bok.
Aku
ingin mengadu bok, aku kehilangan awan yang selama ini meneduhiku.
Bahkan dia satu satunya awan yang menyebabkan aku terus berjalan, entah
sekarang apa yang bisa ku jadikan pegangan. Dulu, aku mengira, aku bisa
mengikuti awan kemanapun ia berlalu. Aku tertatih mengejar peneduhannya,
aku hanya butuh teduhnya. Ketika awan diam tak bergerak, aku
menemaninya hingga akhirnya berjalan lagi, ketika awan memecah akupun
berusaha mengumpulkannya lagi. Kemanapun awan pergi aku akan berusaha
mengejarnya, aku butuh teduhnya. Entah mungkin aku ini bukanlah
seeorang yang pantas untuk diteduhinya. Aku merasa tak bernilai. Bahkan
ketika aku berjuang pun mungkin aku tidak terlihat
Tapi,
dia sering menghujani ku bok. Aku terjerembab dibawah hujannya. Terlalu
dingin. Entah mungkin aku ini benar benar tidak terlihat atau memang
dia tidak tahu ada aku yang berteduh dibawahnya. Aku takut. Aku ini sendiri berdiri dibawahnya. Padahal dia tempat satu satunya aku berteduh di tempat yang tidak aku sukuai ini. Entah kemana lagi aku akan berpegang. Pernah, aku sengaja menghilang. Tapi dia tidak mencariku bok, bukannya aku berharap dicari olehnya. Tapi aku ingin menjadi seseorang yang terlihat. Aku letih bersembunyi dibawahnya.
Mungkin memang aku yang berharap lebih. Aku akan terus menjadi sosok yang tidak terlihat. Aku putuskan untuk pergi saja bok, tapi tidak sepenuhnya pergi. Aku akan berusaha ada ketika dia membutuhkanku, itu juga "jika" dia membutuhkanku. Dia tau harus kemana untuk mencariku. Mungkin aku bukan pergi, hanya berdiam, ditempat ketika dia menghujaniku.
0 komentar:
Posting Komentar