Pages

Selasa, 26 Oktober 2010

Dialog dengan Sang Lilin

Malam begitu gelap, higga hati kian merasa senyap. Angin berhembus rintih, menyebar kesegala rasa. Pijar lilin yang redup meremangkan mata, mententramkan hati bagi yang melihatnya. Hingga terdengar sebuah rintihan dari seorang anak kecil, matanya yang sendu menandakan kelembutan hatinya. Bibirnya terkatup rapat karena menahan kesedihan yang dideranya.
“Tuhan, mengapa rasa ini mengusik ku kembali ! mengapa rasa ini selalu datang di setiap malamku ! Aku sudah mencoba untuk bersabar, tapi selalu saja tak kudapat pengertian dari mereka ! apa lagi yang kurang dari diriku, aku sudah mencoba memberikan apa yang aku bias ! tapi mengapa selalu begini balasan dari mereka ! apa salahku ya Tuhan !
Tangis sang anak semakin menjadi jadi, tampaknya ia tengah menggung beban derita yang cukup berat. Dan menyebabkan air matanya mengalir deras, suaranya semakin tak jelas saat menangis. Malam yang gelap ia lewati dengan tangisan dan bertemankan sebuah lilin yang redup cahayanya. Tapi, semakin diamati, cahaya lilin semakin berkobar. Seakan terlarut dalam tangisan sang anak, pijar lilin semakin berkobar kobar. Apinya menyembur nyembur, seakan akan dapat membakar seluruh ruangan. Hingga, wuuuuzzzz ! Tiba tiba api mencuat keatas, hamper membakar mata sang anak.
Sang anak tercekat dan tertegun, seakan tak percaya apa yang baru ia lihat. Bagaimana bisa tiba tiba lilin berkobar dengan buasnya. Setelah beberapa saat tertegun, terdengar sebuah suara yang berat “hai, mengapa kau selalu menangis di setiap malam” ternyata suara itu berasal dari sebuah lilin yang sudah sejak lama berada didepanya. Sang anak semakin terkejut, ia terheran heran. Bagaimana bisa ada benda mati tiba tiba dapat berbicara layaknya manusia ! “ke..ke.. kenapa kamu dapat berbicara ? Tanya sang anak.” “hahah, itu bukanlah suatu masalah yang berat. Semua bisa saja terjadi di dunia ini, ayo ceritakan mengapa kau selalu saja menangis ! ujar sang lilin.”
“Aku sedih, karena tidak ada satu orang teman pun yang bisa mengerti akan diriku. Mereka terlalu cepat menilai diriku, padahal mereka tidak tahu siapa diriku sebenarnya !” “masalah yang seperti itu tidak hanya terjadi pada dirimu, lebih banyak orang yang menderita diluar sana ! mungkin kau harus lebih bersabar” “bersabar bagaimana lagi ! aku sudah mencoba untuk lebih sabar, tapi perih di hati ini sudah memuncak ! aku sudah tak tahan lagi menjalani hidup ini ! Setiap kali aku mencoba sabar, apa harus rasa sakit yang ku dapatkan ?” “ya, ya, ya aku mengerti denngan apa yang kau rasakan ! mungkin kau harus mencoba untuk bisa memilah masalah mana yang harus kau hadapi secara mendalam ! kau harus kuat dan lebih dari sekedar sabar, pahami siapa mereka dan kau akan mengerti cara menjalani hidup ini” “terima kasih, kau telah memberikanku sebuah penyegaran. Mungkin hanya kau didunia ini yang mengerti diriku ! Baiklah, aku takkan menyerah menghadapi semua tantangan ini”
“Bagus, tetap lah tersnyum dalam kondisi apapun kau berada ! dan kau harus yakin bahwa selalu ada jalan keluar di setiap masalahmu !” “sekali lagi terima kasih, semua yang kau ucapkan adalah benar, tapi aku sudah terlalu letih untuk bisa hidup lebih lama lagi ! terima kasih.” Tampaknya sang anak telah mengakhiri pembicaran mereka, kini telah tampak sebuah simpul manis diujung bibirnya. Dan sang lilin pun tersenyum melihat apa yang barusan ia saksikan, akhirnya sang anak meniup lilin dengan lembut hingga sang lilin tak mampu lagi berpijar ! Kini mata sang anak pun telah tertutup dan terlarut dalam pedih hidupnya.

0 komentar:

Posting Komentar